Kepmendikbud Nomor 248/P/2019 Ihwal Satuan Kiprah Implementasi Zonasi Pendidikan Tahun 2019
 Berikut ini yaitu berkas Buku Seri Manual GLS Guru sebagai Teladan Literasi. Download file format PDF.    
 
       
 ![]()  | 
| Buku Seri Manual GLS Guru sebagai Teladan Literasi | 
Buku Seri Manual GLS Guru sebagai Teladan Literasi
 Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Seri Manual GLS Guru sebagai Teladan Literasi:     
 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 
  Buku Seri Manual GLS Guru sebagai Teladan Literasi ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  Dalam tiga tahun pelaksanaannya, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) telah disambut baik oleh sekolah di  seluruh Indonesia. Gerakan ini  bahkan telah terintegrasi baik dengan aktivitas implementasi Kurikulum 2013, Penguatan Pendidikan Karakter, dan program-program Kemendikbud lainnya. Namun demikian, tentunya masih terdapat banyak hambatan dalam pelaksanaan GLS di sekolah. Kondisi sekolah yang terpencil, minimnya   akomodasi   dan   infrastruktur   pendidikan   di    banyak  daerah,  serta keterbatasan  materi bacaan yang sesuai bagi penerima  didik hanyalah sedikit dari beragamnya hambatan yang harus dihadapi oleh warga sekolah.
  Dalam keterbatasan  itu,  beberapa sekolah telah berinovasi memanfaatkan potensi sekolah dalam mengembangkan kegiatan literasi dengan melibatkan komunitas di sekitar sekolah. Hal  ini  tentunya  patut  diapresiasi. Inovasi-inovasi tersebut  perlu didukung biar  lebih menumbuhkan budaya  literasi dan  meningkatkan capaian akademik penerima didik secara lebih menyeluruh dan bermakna.
  Manual GLS ini dibuat untuk menyempurnakan kegiatan literasi di sekolah. Dengan tetap   berfokus   pada   upaya   untuk   menumbuhkan   generasi   yang   mempunyai kemampuan  berpikir kritis, memecahkan  duduk kasus dengan  kreatif,  bisa berkolaborasi  dan  berkomunikasi dengan  baik, manual ini  menyajikan banyak sekali kegiatan melalui kecakapan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis dengan media multimodal. Saya berharap  manual ini  sanggup  diimplementasikan dengan optimal oleh warga sekolah, terutama, untuk membumikan penerapan enam literasi dasar, yaitu literasi baca-tulis, numerasi, literasi sains, finansial, digital, serta literasi budaya dan kewargaan penerima didik kita.
  A. PENDAHULUAN
  Tidak sanggup dipungkiri lagi  bahwa kiprah guru sangat besar dalam pencapaian prestasi siswanya. Penelitian John Hattie (2008) di  New Zealand memperlihatkan bahwa bantuan guru terhadap  hasil berguru siswa sebesar   58%.  Di Amerika, penelitian  sejenis yang dilakukan oleh Mourshed, Chijioke, dan Barber (2010) memperlihatkan  bantuan guru terhadap hasil berguru siswa sebesar  53%.  Besaran persentase  senada ditemukan oleh Pujiastuti, Raharjo,  dan Widodo (2012) yang menemukan bahwa bantuan guru terhadap  hasil berguru siswa sebesar  54,5% (Tim   UKMPPG,   2018). Peran penting guru ini akan semakin mengembang jikalau guru juga berperan sebagai pelopor literasi.
  Selain berperan besar dalam pencapaian prestasi siswa, guru yang mahir selayaknya menjadi teladan literasi bagi para siswanya. Banyak cara yang sanggup  ditempuh, beberapa  di  antaranya  sanggup  diwujudkan melalui: (1)  guru sebagai pelopor   literasi, (2)   guru sebagai  teladan  membaca; (3)  guru sebagai  teladan  menulis (guru  menulis dan menerbitkan karya); dan (4) guru melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK).
  Tidak diragukan lagi  bahwa kiprah guru sebagai pelopor literasi sangat diperlukan. Selain itu,  kegiatan membaca diyakini merupakan  kunci  yang  akan  membuka  pintu  kebaikan  dan  ilmu   pengetahuan  yang  berperan  dalam membentuk  huruf seseorang.  Dalam aktivitas  literasi di  sekolah, guru seharusnya menjadi teladan  bagi siswa, khususnya dalam hal  membaca. Jika guru menginginkan siswanya membaca, keteladanan dalam hal  membaca harus terus  dieksplisitkan dan diaurakan. Dengan kata lain,   guru perlu memperlihatkan minat terhadap bacaan dan turut membaca bersama siswa. Guru perlu membaca bermacam-macam sumber bacaan biar sanggup meningkatkan kompetensi diri dan kualitas pembelajaran. Agar sanggup memeroleh informasi dari sumber bacaan secara optimal, guru memerlukan taktik membaca efektif.
  Pada sisi  lain,  menulis merupakan keterampilan yang perlu dikembangkan dalam kegiatan literasi.  Sebagai teladan literasi, guru perlu menguasai keterampilan menulis. Jika guru meminta siswa menulis, seyogianya guru tersebut juga memberi contoh tulisannya. Salah satu langkah yang sederhana untuk menulis yaitu membuat sasaran harian yang bisa dicapai. Target ini diharapkan bukan menjadi beban, tetapi lebih pada suatu kegiatan yang menyenangkan dan terasa istimewa. Target harian ini bisa berisi dongeng sehari-hari, topik-topik tertentu, ide-ide yang mencuat lepas sesaat, dst. Ide-ide inilah yang pada suatu ketika bisa dipilih untuk dikembangkan menjadi tulisan.
  Salah satu wujud goresan pena yang bisa dibuat guru yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam hal pelaksanaan pembelajaran, memperdalam pemahaman terhadap  tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi praktik pembelajaran   (cf. Tim  PIPS  dan  PPKP, 2006).   Mengapa guru perlu melaksanakan PTK?  PTK  intinya merupakan penelitian terhadap  duduk kasus mudah yang dialami guru dalam kiprah sehari-hari. Dalam hal  ini,   peneliti (guru) sekaligus sebagai praktisi yang melaksanakan tindakan dan refleksi. Hanya saja, untuk menjaga objektivitas, perlu adanya kerja sama dalam pelaksanaannya. PTK  sangat penting lantaran berperan untuk perbaikan dan peningkatan praktik pembelajaran. Selain itu, PTK diharapkan sanggup menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru sebagai wujud profesionalismenya.
  PTK   sanggup  dikenali dari judulnya yang khas, yakni adanya masalah, “obat”,  dan setting (kelas). Judul PTK  biasanya cukup terang menggambarkan  upaya, duduk kasus yang akan diteliti, “obat”  atau tindakan untuk mengatasi masalah, dan tempat penelitian (setting). Dengan kata lain,  judul PTK  terdiri atas unsur upaya, masalah, obat, setting (disingkat UMOS). Contoh  judul PTK:  Peningkatan Kemampuan  Mengidentifikasi Peta  melalui Pembelajaran Kooperatif  Siswa Kelas  VII  Sekolah Menengan Atas  Berkibar.       Pada  judul tersebut  upaya terdapat  pada  kata “peningkatan”, duduk kasus terlihat pada “kemampuan siswa dalam mengidentifikasi peta”,   obat  atau tindakannya yaitu “pembelajaran kooperatif”,    dan tempat penelitiannya “di kelas VII D Sekolah Menengan Atas Berkibar”.
  B. PELAKSANAAN
  1. Kegiatan Guru sebagai Penggerak Literasi
  Selain mempunyai bantuan yang besar  terhadap  hasil berguru siswa, guru diharapkan sanggup  menjadi pelopor literasi, yaitu seseorang  yang menggerakkan  kegiatan  literasi di  sekolah melalui upaya-upaya  kreatif.  Peran guru sebagai pelopor  literasi semakin diperlukan, khususnya pada  Abad XXI ini.  Kontribusi guru sebagai pelopor literasi bukan hanya akan berdampak pada hasil berguru siswa, tetapi juga akan semakin mendorong siswa mewujudkan kecakapan hidup Abad XXI:   meningkatkan kemampuan literasi siswa, menguatkan  karakter, dan mengembangkan kompetensi siswa sebagai masyarakat global di kala ke-21.
  Sebagai pelopor literasi, guru diharapkan menjadi motivator utama yang bersumber pada keteladanannya. Selain keteladanan, ada beberapa cara yang sanggup dilakukan oleh guru untuk menggerakkan kegiatan literasi, di antaranya:
  a. Berperan Aktif dalam Tim  Literasi Sekolah (TLS) atau Melaksanakan Program TLS
  Kegiatan dalam hal  ini, antara lain: merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan merefleksi aktivitas literasi di sekolah (untuk  TLS);   melaksanakan aktivitas literasi; memberi masukan yang membangun; dan membantu melaksanakan TLS (untuk guru yang bukan termasuk dalam TLS).
  b. Berperan Aktif Mengembangkan Lingkungan Kaya Teks di Sekolah
  Kegiatan untuk hal ini, antara lain:  mengembangkan sudut baca di kelas dan di sekolah; karya siswa dan karya guru dipajang  di   dinding-dinding kelas dan  sekolah  (dalam  hal   ini  karya pajangan dipakai untuk membantu pembelajaran, bahkan sanggup  difungsikan sebagai sumber di  luar   buku pelajaran); dan mengurus penggantian pajangan karya secara terpola (cf. Wiedarti dan Kisyani-Laksono, ed.  2018; Beers, 2009).
  c.  Berperan aktif mengembangkan lingkungan sosial dan afektif
  Kegiatan untuk hal  ini,  antara lain:  memberi penghargaan  untuk siswa yang berprestasi dalam membaca atau menulis (misalnya: siswa   yang paling sering berkunjung ke perpustakaan  dalam satu  bulan; paling banyak membaca buku dalam satu minggu, dst. Penghargaan sanggup berupa nama siswa dipajang untuk tempo mingguan, bulanan, atau penghargaan lainnya); menyelenggarakan bazar karya siswa/guru; membuat acara-acara yang berpumpun (berfokus) pada literasi; mengagendakan kunjungan ke perpustakaan  lain  atau mengundang kendaraan beroda empat perpustakaan keliling (cf. Beers, 2009).
  d. Berperan Aktif Mengembangkan Lingkungan Akademik yang Literat
  Kegiatan dalam hal ini, antara lain: memakai taktik literasi dalam pembelajaran, mengenalkan bermacam-macam teks, memotivasi  siswa  membuat  prediksi; mendiskusikan  kata-kata  sulit, mendorong  siswa  membuat  inferensi; mengaitkan pengetahuan dalam buku teks dengan yang ada di luar  buku teks (cf. Beers, 2009).
  Pada  dasarnya,  taktik  literasi dalam  pembelajaran  yaitu  perjuangan  untuk  membangun  pemahaman  siswa, keterampilan menulis siswa, dan keterampilan berkomunikasi siswa secara menyeluruh. Strategi literasi dalam pembelajaran merujuk bagaimana membelajarkan materi, sedangkan materi dalam pembelajaran yaitu apa yang diajarkan (Kisyani-Laksono dan Retnaningdyah, 2017).
  2. Strategi Membaca Efektif untuk Guru
  Secara prosedural, taktik membaca efektif terdiri atas tiga tahap dengan banyak sekali sub sebagai berikut.
  a. Sebelum Membaca
  Beberapa hal  yang dilakukan sebelum membaca, antara lain:
 - mempunyai alasan mengapa saya ingin membaca teks/topik tersebut? apakah lantaran isi (topik menarik/diperlukan), ingin mencari hal-hal baru, topik menantang, dst.;
 - mengidentifikasi tujuan membaca (langkah lebih lanjut dari butir a); dan
 - membuat prediksi perihal teks yang akan dibaca berdasarkan hal-hal yang sudah diketahui.
 
 Pada tahap ini, kita juga sanggup menjawab beberapa pertanyaan, antara lain,  sebagai berikut (Kisyani-Laksono dkk.,  2016).
 - Berdasarkan judul dan gambar-gambar di buku, kira-kira dongeng tersebut perihal apa?
 - Apakah dongeng ini nyata atau fantasi? Dari mana saya tahu?
 - Bila teks ini nyata, pengetahuan atau manfaat apa yang akan saya dapatkan?
 - Apa yang dibutuhkan atau diinginkan tokoh cerita?
 - Mengapa saya ingin membaca dongeng ini?
 - Bagaimana saya bisa menggambarkan latar cerita?
 - Berdasarkan judul dan gambar-gambar di buku, kira-kira isi buku ini perihal apa?
 - Apakah isi buku ini faktual/nyata? Dari mana saya tahu?
 - Apabila isi buku ini nyata, pengetahuan atau manfaat apa yang akan saya dapatkan?
 
 b. Saat Membaca
  Tahap ini sanggup dirinci menjadi dua bagian, yakni tahap awal dan tahap lanjut.
  1) Tahap Awal
  a) Membaca scanning atau membaca memindai yang dilakukan secara sekilas dan teliti untuk menemukan informasi yang akurat dari bacaan, misalnya: kata di kamus, daftar perjalanan. b) Membaca skimming atau membaca cepat untuk mendapat gagasan utama sebuah teks yang sanggup dilkukan dengan membaca kalimat topik dan kalimat/kata kunci.
  2) Tahap Lanjut
  a) Membaca aktif dengan mencermati detail. b) Mengidentifikasi informasi yang relevan. c) Mengidentifikasi kosakata baru,  kata kunci, dan/atau kata sulit dalam teks. d) Mengidentifikasi potongan teks yang sulit (jika ada) dan/atau membaca kembali potongan itu. e) Menandai hal-hal khusus (jika itu  akan membantu mempertajam ingatan)  atau membuat coretan kecil (jika itu  membantu mengorganisasikan pikiran-pikiran kritis). Catatan: langkah ini khusus untuk buku pribadi. Untuk buku pinjaman, mustahil dilakukan coretan. Untuk e-book, jikalau ingin membuat coretan dengan stylus, sanggup dipakai aplikasi Xodo atau yang sejenis. f) Membuat inferensi. g) Membuat keterkaitan antarteks (merujuk pada keterkaitan teks dengan teks yang pernah dibaca, teks dengan pengalaman pribadi, atau teks dengan hal  lain).
  Pada tahap ini, kita juga sanggup menjawab beberapa pertanyaan, sebagai wujud dari membaca kritis, antara lain, sebagai berikut (Kisyani-Laksono dkk.,  2016).
  (a) Apa yang akan terjadi di dalam dongeng ini selanjutnya (setiap potongan selalu mengajak kita untuk ingin tau # dengan dongeng selanjutnya hingga  kita juga ingin tahu bagaimana kira-kira selesai dongeng ini? (b) Bagaimana perasaan saya perihal tokoh utama? (c) Mengapa tokoh dongeng bersikap atau berperilaku mirip itu? (d) Apakah dongeng atau teks ini masuk akal? (e) Apakah dongeng ini mengingatkan saya pada hidup saya sendiri atau orang lain? (f) Apakah data dan informasi pendukung tersedia dengan memadai? (g) Bagaimana saya memahami setiap potongan di dalam buku? (h) Apakah bahasan pada setiap potongan masuk akal? (i) Bagaimana kira-kira ringkasan atau simpulan buku ini?
  c. Setelah Membaca
  Beberapa hal  yang dilakukan sesudah membaca, antara lain:
 - membuat “ringkasan” (menceritakan kembali, membuat peta konsep atau peta cerita, dll.);
 - mengevaluasi teks;
 - mengonversi/mengubah suatu jenis teks ke jenis teks lainnya, namun isi pokok teks sama; contoh teks deskripsi diubah menjadi grafik;
 - memilih, mengombinasikan, dan/atau menghasilkan teks multimodal (perpaduan antara teks tulis, lisan, visual statis/bergerak);
 - mengonfirmasi, merevisi, atau menolak prediksi yang sudah disusun sebelum membaca; dan
 - melakukan refleksi (merenungkan dongeng dan mengambil pesan yang tersirat baik).
 
 Pada tahap ini, kita juga sanggup menjawab beberapa pertanyaan sebagai wujud dari membaca kritis, antara lain sebagai berikut (Kisyani-Laksono dkk.,  2016).
  a) Bagaimana dongeng ini menghipnotis perasaan saya?
  b) Apa yang saya sukai atau tidak sukai dari dongeng ini?
  c) Bagian mana dalam dongeng ini yang berdasarkan saya penting?
  d) Apakah perasaan saya perihal tokoh dongeng berubah di selesai cerita?
  e) Adakah perubahan perasaan atau sikap tokoh-tokoh dongeng di selesai cerita?
  f) Apa pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca mirip saya?
  g) Bagaimana buku ini menghipnotis pikiran atau pemahaman saya?
  h) Apa yang saya sukai atau tidak sukai dari buku ini?
  i) Bagian mana dalam buku ini yang berdasarkan saya penting?
  j) Bagian mana dalam buku ini yang pernah dibahas di buku lain?
  k) Apakah potongan simpulan telah meliputi keseluruhan isi buku?
  l) Apakah kritik dan saran yang saya kemukakan terhadap buku ini?
  m)  Apa maksud yang ingin disampaikan pembaca kepada pembaca mirip saya?
  Strategi membaca efektif diharapkan sanggup mewujudkan hasil-guna yang akan selalu terpateri dalam pikiran dan perasaan, menumbuhkembangkan huruf baik, dan meluaskan wawasan guru.
  3. Menulis dan Menerbitkan Karya
  Setelah menentukan wangsit  yang tepat, mulailah untuk menjabarkan wangsit  tersebut menjadi sebuah tulisan! Dalam hal ini ada beberapa poin yang perlu diperhatikan.
  a. Jangan takut salah dalam menulis lantaran goresan pena bisa diperbaiki, diperluas, dan diedit!
  b. Membuat sasaran menulis harian dengan penetapan batas minimal dan tetap fokus pada topik yang telah dipilih.
  c.  Jika menulis cerita, jembatan keledai ADIK SIMBA sanggup dipakai sebagai patokan yang selayaknya ada secara alami. Oleh alasannya itu,  ADIK SIMBA yang merupakan singkatan/akronim dari “apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana” sanggup dipakai untuk mereviu goresan pena sendiri.
  d. Jika menulis cerita, perlu ada fokus untuk membangun karakter. Dalam hal  ini, plot dan situasi penyerta akan mengikutinya. Pembuatan peta konsep merupakan salah satu alternatif yang sanggup membantu pengembangan plot.
  e. Menulis di tempat yang hening akan membuat kita menjadi lebih fokus. Jika menulis di keramaian atau restoran, mencari tempat di sudut akan lebih menyenangkan supaya tidak terganggu.  Duduk di dingklik menghadap sebuah buku tulis atau komputer akan mendorong kita menulis, baik lewat coretan tangan atau lewat ketukan di gawai atau komputer. Duduk di dingklik atau di tempat mana pun akan membantu kita merealisasikan sasaran harian.
  f.  Memanfaatkan lembaga penulis daring (dalam jaringan)_ atau pertemuan penulis lokal akan membantu mendapat masukan dan/atau ide.
  g. Jika naskah telah siap, jangan ragu untuk menyelidiki atau membacanya kembali. Pada dasarnya ini merupakan penyuntingan tahap I.
  h. Sebelum masuk ke tahap selanjutnya, perlu ada orang lain  yang membacanya untuk lebih menyempurnakan naskah tersebut. Keberadaan editor dimungkinkan.
  i.  Merevisi naskah berdasarkan masukan, wajib dilakukan.
  j.  Atak (layout) sanggup dikerjakan oleh orang lain,  penerbitan bisa dilakukan secara mandiri, sekolah, atau penerbit umum. Bahkan ketika ini, penerbitan sanggup dilakukan secara elektronik (e-book) yang sanggup diunggah di laman pribadi, laman sekolah, atau di laman lainnya.
  k. Pengurusan ISBN (International Series Book Number) dalam bentuk cetak atau e-book sanggup diurus oleh penerbit/lembaga. Selain itu,  buku sanggup juga diuruskan HKI (hak kekayaan intelektual) untuk kategori Hak Cipta.
  4. Prosedur PTK
  PTK  dilaksanakan oleh guru kelas dengan mekanisme  siklus, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi; begitu seterusnya hingga penelitian itu  dirasakan sudah sanggup memperbaiki   pembelajaran.  Dasar pelaksanaan PTK yaitu adanya  duduk kasus dalam kelas yang bersifat klasikal. Beberapa isian berikut ini sanggup membantu, misalnya:
  Saya ingin memperbaiki ....;
  Saya ingin mengubah ... lantaran ....;
  Saya ingin mempelajari lebih banyak perihal ....;
  Gagasan yang ingin saya ujicobakan di kelas saya yaitu ....; 
  Hal yang ingin saya lakukan yaitu mengubah ...;
  Saya sangat tertarik pada … .
  Untuk yang terakhir ini,   contohnya sanggup diisi  dengan: kemampuan siswa mengidentifikasi peta rendah, banyak siswa mengantuk ketika pembelajaran; dst. Berdasarkan hal  ini, guru kemudian mencari akar duduk kasus mengapa kemampuan siswa rendah? Mengapa siswa mengantuk?   Jika   guru diibaratkan mirip dokter dan siswa sebagai pasien, akar duduk kasus inilah yang perlu dicarikan solusi atau “obat”.
  Dalam hal  ini, perlu alternatif lebih dari satu “obat” yang kemudian diadaptasi dengan karakteristik siswa. “Obat” yang paling cocok dengan karakteristik siswa itulah yang dipilih. Oleh alasannya itu, PTK sanggup menampilkan hipotesis tindakan. Dalam hal  ini, kriteria keberhasilan tindakan harus ditentukan semenjak awal. Kriteria inilah yang akan menentukan  apakah siklus  dalam  PTK   masih terus  berlangsung  atau  sudah  cukup/berhenti  lantaran  sudah  mencapai  keberhasilan (Kisyani-Laksono dan Siswanto, 2017).
  C. CONTOH PELAKSANAAN
  1. Guru Sebagai Penggerak Literasi
  Guru sebagai  pelopor  literasi melaksanakan program-program  literasi dengan  bersemangat.  Beberapa  sekolah membuat semangat  dan gelora gres dalam gerakan literasi. Selain guru, kepala sekolah pun ikut menggelorakan semangat gerakan literasi dengan membuat banyak sekali program. Beberapa sekolah mulai merintis pojok baca di setiap kelas dan ruang sekolah, ada  juga   Program Limas (Literasi Margahayu Satu) dan banyak aktivitas  literasi yang dilakukan di  sekolah lain,  aktivitas penulisan buku bagi guru dan siswa; gerobak baca di  sekolah, taman baca yang terus berkembang di setiap sekolah, dll.
  Selain program-program yang berkaitan dengan lingkungan fisik,  aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan sosial, afektif,  dan lingkungan akademik juga semakin menebar.  Kegiatan  mendatangkan kendaraan beroda empat perpustakaan keliling, wajib kunjung ke perpustakaan,  beberapa  penghargaan  terkait kegiatan  literasi, dan pembelajaran yang memakai taktik literasi sudah banyak dilakukan oleh sekolah.
  2.   Teladan  Membaca: Pembiasaan  Strategi  Membaca
  Guru yang  telah  melaksanakan taktik  membaca  efektif sanggup  menyebarkannya  kepada  para  siswanya. Dalam hal ini—sebagai salah satu cara--dapat dibuat kelompok-kelompok baca. Satu kelompok sanggup terdiri atas 4—6  orang yang membaca buku yang sama dengan taktik membaca efektif yang diarahkan oleh guru. Setelah para anggota kelompok menuntaskan bacaan  mereka  masing-masing, dilakukan diskusi dengan  pancingan-pancingan  kreatif (pertanyaan/arahan)  guru.  Dimungkinkan dari  tiap  kelompok  akan  memunculkan  wangsit   atau  kreasi yang  inovatif berdasarkan naskah yang telah dibaca.
  Kelompok  baca kini sudah mulai banyak terbentuk. Bahkan ada surat kabar yang ikut memopulerkan hal  ini dengan membentuk kelompok baca yang berasal dari siswa beberapa sekolah. Satu buku dibaca, kemudian dibahas bersama  sehingga  pendapat  bisa saling mengisi, diskusi menjadi hidup,  dan para  siswa akan menjalin komunitas dengan baik.
  3. Teladan Menulis (Buku Guru yang Diterbitkan)
  Guru yang baik tidak hanya akan meminta siswa menulis. Dia juga memperlihatkan teladan dengan menulis karya. Berikut yaitu contoh beberapa guru yang telah menerbitkan karya mereka lewat penerbit (cetak atau e-book) dan sekolah.
  Cahyati, Elis. 2018. Jejak Sekolah Adiwiyata. Surabaya: CV Pustaka Media Guru. Kamila, Siti Sa’ariah. 2017. Calibels. Surabaya: CV Pustaka Media Guru.
  Taruli, Aritonang. 2009. Keterampilan  Menulis Bahasa Indonesia untuk Tingkat SMP/MTs. Jakarta: Grasindo.
  Taruli, Aritonang. 2016. Catatan Mengajar Seorang Guru  (1) Mengajar Karakter dan Budaya Lewat Tulisan. Jakarta: SMPK 1 Penabur.
  Taruli, Aritonang. 2018. Catatan Harian  Guru:  Mengubah Membaca dan Menulis Kaprikornus Kegemaran. Yogyakarta: Andi (e-book).
  Cahyaningtyas, Nuzuli, dkk.  2018. Angen-Angen Nganti Kangen. Kumpulan karya Guru  dan Karyawan SMAN1  Gresik. Gresik: Perpustakaan SMAN I Gresik.
  Contoh yang terakhir memperlihatkan bahwa karyawan (tenaga  kependidikan) di  sekolah bisa juga menulis.  Saat ini, banyak guru (termasuk kepala sekolah) yang sudah menerbitkan karya, memberi teladan, dan ikut mengoordinasikan supaya warga sekolah termasuk siswa ikut menerbitkan karya juga. Intinya, jikalau kita minta siswa mengerjakan sesuatu, seyogianya kita juga bisa mencontohkan hal tersebut. Kemampuan siswa yang alhasil melejit melampaui kemampuan gurunya sangat diharapkan.
  4. Garis Besar Proposal PTK
  Salah satu hal  penting yang perlu dilakukan guru yaitu kemampuan menulis PTK.  Selama ini  mungkin guru telah melakukannya dalam pembelajaran, tetapi belum terbiasa untuk menuliskan apa yang dilakukannya. PTK sebetulnya berdasarkan pada duduk kasus yang ada di  kelas. Oleh alasannya itu,  hampir setiap guru bisa melaksanakannya. Hanya saja lantaran sifatnya konteksnya kelas, huruf siswa di kelas A mungkin berbeda dengan huruf siswa di kelas B, sehingga obat atau tindakan yang diharapkan untuk langkah solusi mungkin bisa juga berbeda.
  PTK diawali dengan penulisan perencanaan/rancangan  kerja atau lazim disebut proposal. Untuk banyak sekali keperluan, ada pola pola (template) anjuran yang harus diikuti. Akan tetapi, intinya anjuran memuat banyak sekali hal yang sama. Berikut yaitu salah satu alternatif garis besar anjuran PTK.
  JUDUL
  A. PENDAHULUAN
  1.  Latar belakang
  2. Rumusan Masalah dan Pemecahannya
  3. Tujuan Penelitian
  4. Manfaat Hasil Penelitian
  B. KAJIAN PUSTAKA
  Subbab ini terkait dengan kajian penelitian sebelumnya yang relevan  (tidak  harus  menjadi subbab  tersendiri, bisa  juga berbaur  dengan  subbab  yang ada); kajian mengenai akar masalah;  kajian mengenai  obat/tindakan;  kajian mengenai setting; indikator keberhasilan tindakan.
  C. PROSEDUR
  Subbab  ini   terkait  dengan  sumber  data; penyediaan/pengambilan data; PTK dengan siklusnya; analisis data termasuk diskusi hasil analisis
  D. JADWAL
  E. BIAYA (optional )
  F. DAFTAR PUSTAKA
  G. PERSONALIA
  H. LAMPIRAN
  Contoh Judul:
  PENINGKATAN  KETERAMPILAN MENULIS  KARYA  ILMIAH  SISWA KELAS  XII Sekolah Menengan Atas  BERKIBAR MELALUI  KOREKSI BERPASANGAN
  Upaya              : peningkatan
  Akar duduk kasus   : keterampilan menulis karya ilmiah
  Obat/tindakan : koreksi berpasangan
  Setting : Siswa kelas XII Sekolah Menengan Atas Berkibar
  Rumusan Masalah
  Bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis siswa kelas XII SMAN Berkibar melalui koreksi berpasangan?
  Tujuan
  Menghasilkan deskripsi peningkatan keterampilan menulis siswa  kelas XII Sekolah Menengan Atas Berkibar  melalui koreksi berpasangan
  Indikator Keberhasilan Tindakan (Tercapainya Tujuan)(1) Siswa aktif melaksanakan koreksi berpasangan.
  (2)  Siswa aktif  mendiskusikan hasil koreksi secara berpasangan.
  (3) Siswa memperbaiki goresan pena sehingga tidak ada kesalahan penulisan/pengetikan, tidak ada kesalahan penulisan sistematika penomoran, dan semua daftar pustaka sesuai dengan catatan pustaka.
  Proposal inilah yang kemudian dijadikan dasar  pelaksanaan  PTK.  Adapun pelaksanaan PTK  dengan banyak sekali hasil analisisnya dituangkan ke dalam suatu laporan pelaksanaan. Akan lebih anggun lagi  jikalau laporan itu sanggup diubah menjadi artikel untuk dikirimkan dalam ke jurnal tertentu.  Adapun hukum mengenai pola pola (template)  untuk proposal, laporan, dan/atau artikel mengikuti template yang diberlakukan oleh sekolah atau jurnal yang dituju.
  III. PENUTUP
  Manual GLS ini dibuat untuk menyempurnakan kegiatan literasi di sekolah. Dalam hal  ini kiprah guru sebagai pelopor literasi dan sebagai teladan pada  Abad XXI  semakin diperlukan. Kontribusi  guru sebagai pelopor literasi dan keteladanan  bukan hanya akan berdampak  pada  hasil berguru siswa, tetapi  juga akan semakin mendorong  siswa mewujudkan kecakapan  hidup  Abad  XXI:     meningkatkan  kemampuan  literasi siswa, menguatkan  karakter,  dan mengembangkan kompetensi siswa sebagai masyarakat global di kala ke-21.
  Manual  ini   diharapkan   sanggup   membantu   menumbuhkan   generasi   yang   mempunyai kemampuan   berpikir  kritis, memecahkan duduk kasus dengan  kreatif,   bisa  berkolaborasi,  dan  berkomunikasi dengan  baik. Semoga  manual ini--sebagai salah satu manual dari banyak sekali manual yang ada--dapat  diimplementasikan dengan optimal oleh warga sekolah, terutama,  untuk membumikan penerapan  enam literasi dasar disertai keteladanan, yaitu literasi baca-tulis, numerasi, literasi sains, finansial, digital, serta literasi budaya dan kewargaan.
 Download Buku Seri Manual GLS Guru sebagai Teladan Literasi
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Seri Manual GLS Guru sebagai Teladan Literasi ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Buku Seri Manual GLS Guru sebagai Teladan Literasi
Download File:
Download Buku Seri Manual GLS: Guru sebagai Teladan Literasi.pdf
         Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Seri Manual GLS Guru sebagai Teladan Literasi. Semoga bisa bermanfaat.
 
0 Response to "Kepmendikbud Nomor 248/P/2019 Ihwal Satuan Kiprah Implementasi Zonasi Pendidikan Tahun 2019"
Post a Comment